Minggu, 29 Oktober 2017

Kembalinya Seorang Hamba ALLOH

 Sebuah Kisah Nyata.

Agn adalah sosok wanita Katolik taat. Setiap malam, ia beserta keluarganya rutin berdo'a bersama. Bahkan, saking taatnya, saat Agn dilamar Mar, kekasihnya yang beragama Islam, dengan tegas ia mengatakan “Saya lebih mencintai Yesus Kristus dari pada manusia!”

Ketegasan prinsip Katolik yang dipegang wanita itu menggoyahkan iman Mar yang muslim, namun jarang melakukan ibadah sebagaimana layaknya orang beragama Islam.

Mar pun masuk Katolik, sekedar untuk bisa menikahi Agn. Pada bulan Oktober 1982, mereka melaksanakan pernikahan di salah satu gereja di Mgl, Jawa Tengah.

Usai menikah, lalu menyelesaikan kuliahnya di Jogja, Agn beserta sang suami berangkat ke Bandung, kemudian menetap di salah satu kompleks perumahan di wilayah timur kota kembang.
Kebahagiaan terasa lengkap menghiasi kehidupan keluarga ini dengan kehadiran tiga buah hati mereka, yakni: Adi, Icha dan Rio.

Di lingkungan barunya, Agn terlibat aktif sebagai jemaat Gereja di Bandung. Demikan pula Mar, sang suami. Selain juga aktif di Gereja, Mar saat itu menduduki jabatan penting, di PT Tlko, Bandung.

Karena Ketaatan mereka memegang iman Katolik, pasangan ini bersama beberapa sahabat se-iman, sengaja mengumpulkan dana dari tetangga sekitar yang beragama Katolik.
Mereka pun berhasil membeli sebuah rumah yang ‘disulap’ menjadi tempat ibadah (Gereja, red).
Uniknya, meski sudah menjadi pemeluk ajaran Katolik, Mar tak melupakan kedua orangtuanya yang beragama Islam. Sebagai manifestasi bakti dan cinta pasangan ini, mereka memberangkatkan ayahanda dan ibundanya Mar ke Mekkah, untuk menunaikan rukun Islam yang kelima.
Hidup harmonis dan berkecukupan mewarnai sekian waktu hari-hari keluarga ini. Sampai satu ketika, kegelisahan menggoncang keduanya.

Syahdan, saat itu, Rio, si bungsu yang sangat mereka sayangi jatuh sakit. Panas suhu badan yang tak kunjung reda, membuat mereka segera melarikan Rio ke salah satu rumah sakit Kristen terkenal di wilayah utara Bandung.

Di rumah sakit, usai dilakukan diagnosa, dokter yang menangani saat itu mengatakan bahwa Rio mengalami kelelahan. Akan tetapi Agn masih saja gelisah dan takut dengan kondisi anak kesayangannya yang tak kunjung membaik.

Saat dipindahkan ke ruangan ICU, Rio, yang masih terkulai lemah, meminta Mar, sang ayah, untuk memanggil ibundanya yang tengah berada di luar ruangan.
Mar pun keluar ruangan untuk memberitahu Agn ihwal permintaan putra bungsunya itu.
Namun, Agn tak mau masuk ke dalam. Ia hanya mengatakan pada Mar, ”Saya sudah tahu.” Itu saja.
Mar heran. Ia pun kembali masuk ke ruangan dengan rasa penasaran yang masih menggelayut dalam benak.

Di dalam, Rio berucap, “Tapi udahlah, Papah aja, tidak apa-apa. Pah hidup ini hanya 1 centi. Di sana nggak ada batasnya.”
Sontak, rasa takjub menyergap Mar. Ucapan bocah mungil buah hatinya yang tengah terbaring lemah itu sungguh mengejutkan.
Nasehat kebaikan keluar dari mulutnya seperti orang dewasa yang mengerti agama.

Hingga sore menjelang, Rio kembali berujar, “Pah, Rio mau pulang!”
“Ya, kalau sudah sembuh nanti, kamu boleh pulang sama Papa dan Mama,” jawab Mar.
“Ngga, saya mau pulang sekarang. Papah, Mamah, Rio tunggu di pintu surga!” begitu, ucap Rio, setengah memaksa.

Belum hilang keterkejutan Mar, tiba-tiba ia mendengar bisikan yang meminta dia untuk membimbing membacakan syahadat kepada anaknya. Ia kaget dan bingung.
Tapi perlahan Rio dituntun sang ayah, Mar, membaca syahadat, hingga kedua mata anak bungsunya itu berlinang. Mar hafal syahadat, karena sebelumnya adalah seorang Muslim.

Tak lama setelah itu bisikan kedua terdengar, bahwa setelah Adzan maghrib Rio akan dipanggil sang Pencipta.

Meski tambah terkejut, mendengar bisikan itu, Mar pasrah. Benar saja, 27 Juli 1999, persis saat sayup-sayup Adzan maghrib, berkumandang Rio menghembuskan nafas terakhirnya.

Tiba jenazah Rio di rumah duka, peristiwa aneh lagi-lagi terjadi. Agn yang masih sedih waktu itu seakan melihat Rio menghampirinya dan berkata,
“Mah saya tidak mau pakai baju jas mau minta dibalut kain putih aja.”
Saran dari seorang pelayat Muslim, bahwa itu adalah pertanda Rio ingin dishalatkan sebagaimana seorang Muslim yang baru meninggal.

Setelah melalui diskusi dan perdebatan diantara keluarga, jenazah Rio kemudian dibalut pakaian, celana dan sepatu yang serba putih kemudian dishalatkan.
Namun, karena banyak pendapat dari keluarga yang tetap harus dimakamkan secara Katolik, jenazah Rio pun akhirnya dimakamkan di Kerkov. Sebuah tempat pemakaman khusus Katolik, di Cimahi, Bandung.

Sepeninggal anaknya Rio, Agn sering berdiam diri. Satu hari, ia mendengar bisikan ghaib tentang rumah dan mobil.
Bisikan itu berucap, “Rumah adalah rumah Tuhan dan mobil adalah kendaraan menuju Tuhan.” Pada saat itu juga Agn langsung teringat ucapan mendiang Rio semasa TK dulu,
”Mah, Mbok Atik nanti mau saya belikan rumah dan mobil!” Mbok Atik adalah seorang muslimah yang bertugas merawat Rio di rumah.
Saat itu Agn menimpali celoteh si bungsu sambil tersenyum, “Kok Mamah ga dikasih?”
“Mamah kan nanti punya sendiri” jawab Rio, singkat.

Entah mengapa, setelah mendengar bisikan itu, Agn meminta suaminya untuk mengecek ongkos haji waktu itu. Setelah dicek, dana yang dibutuhkan Rp 17.850.000.
Dan yang lebih mengherankan, ketika uang duka dibuka, ternyata jumlah totalnya persis senilai Rp 17.850.000, tidak lebih atau kurang sesenpun.
Hal ini diartikan Agn sebagai amanat dari Rio untuk menghajikan Mbok Atik, wanita yang sehari-hari merawat Rio di rumah.

Singkat cerita, di tanah suci, Mekkah, Mbok Atik menghubungi Agnes via telepon. Sambil menangis ia menceritakan bahwa di Mekkah ia bertemu Rio. Si bungsu yang baru saja meninggalkan alam dunia itu berpesan,
“Kepergian Rio tak usah terlalu dipikirkan. Rio sangat bahagia disini. Kalo Mama kangen, berdo'a saja.”

Namun, pesan itu tak lantas membuat sang Ibunda tenang. Bahkan Agn mengalami depresi cukup berat, hingga harus mendapatkan bimbingan dari seorang Psikolog selama 6 bulan.

Satu malam saat tertidur, Agn dibangunkan oleh suara pria yang berkata, “Buka Alquran surat Yunus!”.
Namun, setelah mencari tahu tentang surat Yunus, tak ada seorang pun temannya yang beragama Islam mengerti kandungan makna di dalamnya.
Bahkan setelah mendapatkan Alquran dari sepupunya, dan membacanya berulang-ulang pun, Agn tetap tak mendapat jawaban.
“Mau Tuhan apa sih?!” protesnya setengah berteriak, sembari menangis tersungkur ke lantai.
Dinginnya lantai membuat hatinya berangsur tenang, dan spontan berucap “Astaghfirullah.”

Tak lama kemudian, akhirnya Agn menemukan jawabannya sendiri di surat Yunus ayat 49: “Katakan tiap-tiap umat mempunyai ajal. Jika datang ajal, maka mereka tidak dapat mengundurkannya dan tidak (pula) mendahulukannya”.

Beberapa kejadian aneh yang dialami sepeninggal Rio, membuat Agn berusaha mempelajari Islam lewat beberapa buku.
Hingga akhirnya wanita penganut Katolik taat ini berkata, “Ya Alloh terimalah saya sebagai orang Islam, saya tidak mau di-Islamkan oleh orang lain!”.

Setelah memeluk Islam, Agn secara sembunyi-sembunyi melakukan shalat. Sementara itu, Mar, suaminya, masih rajin pergi ke gereja. Setiap kali diajak ke gereja Agn selalu menolak dengan berbagai alasan.

Sampai suatu malam, Mar terbangun karena mendengar isak tangis seorang perempuan. Ketika berusaha mencari sumber suara, betapa kagetnya Mar saat melihat istri tercintanya, Agn tengah bersujud dengan menggunakan jaket, celana panjang dan syal yang menutupi aurat tubuhnya.
“Lho kok Mamah sholat,” tanya Mar.
“Maafkan saya, Pah. Saya duluan, Papah saya tinggalkan,” jawab Agn lirih. Ia pasrah akan segala risiko yang harus ditanggung, bahkan perceraian sekalipun.
Mar pun Akhirnya Kembali ke Islam

Sejak keputusan sang istri memeluk Islam, Mar seperti berada di persimpangan.

Satu hari, 17 Agustus 2000, Agn mengantar Adi, putra pertamanya untuk mengikuti lomba Adzan yang diadakan panitia Agustus-an di lingkungan tempat mereka tinggal.
Adi sendiri tiba-tiba tertarik untuk mengikuti lomba Adzan beberapa hari sebelumnya, meski ia masih Katolik dan berstatus sebagai pelajar SMA Katolik di Bandung.
Mar sebetulnya juga diajak ke arena perlombaan, namun menolak dengan alasan harus mengikuti upacara di kantor.

Di tempat lomba yang diikuti 33 peserta itu, Psikolog Agn berpesan kepada Adi, “Niatkan suara adzan bukan hanya untuk orang yang ada di sekitarmu, tetapi niatkan untuk semesta alam!” ujarnya.

Hasilnya, suara Adzan Adi yang lepas nan merdu, mengalun syahdu, mengundang keheningan dan kekhusyukan siapapun yang mendengar. Hingga bulir-bulir air mata pun mengalir tak terbendung, basahi pipi sang Ibunda tercinta yang larut dalam haru dan bahagia.
Tak pelak, panitia pun menobatkan Adi sebagai juara pertama, menyisihkan 33 peserta lainnya.

Usai lomba Agns dan Adi bersegera pulang. Tiba di rumah, kejutan lain tengah menanti mereka. Saat baru saja membuka pintu kamar, Agn terkejut melihat Mar, sang suami, tengah melaksanakan shalat. Ia pun spontan terkulai lemah di hadapan suaminya itu.

Selesai shalat, Mar langsung meraih sang istri dan mendekapnya erat. Sambil berderai air mata, ia berucap lirih, “Mah, sekarang Papah sudah masuk Islam.”
Mengetahui hal itu, Adi dan Icha, putra-putri mereka pun mengikuti jejak ayah dan ibunya, memeluk Islam.

Perjalanan panjang yang sungguh mengharu biru. Keluarga ini pun akhirnya memulai babak baru sebagai penganut Muslim yang taat.

Hingga kini, esok, dan sampai akhir zaman. Insya Alloh.
Setelah kembali muslim Beliau mewakafkan tanahnya yang luas untuk pesantren di Bandung. Subhanallah.

ALLOH MAHA PENYAYANG KEPADA HAMBA-NYA

Dikisahkan kembali dari media sosial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar