Pada musim semi tahun 595 Masehi, para pedagang Mekah kembali mulai menyusun kafilah perdagangan musim panas mereka, untuk membawa barang dagangan ke Syria. Khadijah juga sedang mempersiapkan barang dagangannya, tetapi ia belum menemukan seseorang untuk menjadi pemimpin kafilahnya. Beberapa nama diusulkan orang, namun, tidak satu pun yang berkenan di hatinya.
Mendengar itu, Abu Thalib mendatangi Khadijah dan menawarkan kepadanya Muhammad, keponakannya yang baru berusia 25 tahun, untuk menjadi agen Khadijah. Abu Thalib tahu bahwa Muhammad belum cukup berpengalaman, tetapi ia sangat yakin bahwa Muhammad lebih dari sekadar mampu.
Sebagaimana penduduk Mekah yang lain, Khadijah pun telah mendengar nama Muhammad. Satu hal yang Khadijah yakin adalah kejujuran Muhammad. Bukankah orang Mekah menjulukinya "Al Amin" atau "Orang yang bisa dipercaya". Maka, Khadijah menyetujui tawaran Abu Thalib. Bahkan ia hendak memberi imbalan dua kali lipat kepada Muhammad dari yang biasa diberikan kepada orang lain. Oleh karena itu, Abu Thalib pulang dengan gembira.
Segera saja Abu Thalib dan Muhammad menemui Khadijah yang kemudian menerangkan tentang seluk beluk perdagangan. Otak Muhammad yang cerdas bekerja dengan tangkas. Ia segera memahami semuanya. Tidak satu penjelasan pun yang ia minta untuk diterangkan ulang.
Maka, kafilah pun disiapkan dengan suara riuh rendah. Khadijah menyertakan seorang pembantu laki-lakinya yang terpercaya, Maisarah, untuk mendampingi Muhammad di perjalanan. Diantar Abu Thalib dan paman-pamannya yang lain, Muhammad datang pada hari yang telah ditentukan. Mereka disambut seorang paman Khadijah yang sedang menanti mereka dengan surat-surat perdagangan.
Pemimpin kafilah membunyikan tanda dan semuanya segera berangkat. Pada musim panas, kafilah Mekah berangkat menjelang senja dan terus berjalan pada malam hari. Mereka beristirahat pada siang hari karena perjalanan siang akan sangat melelahkan semua orang.
Maka, berangkatlah Muhammad menempuh jalur yang pernah ditempuh bersama pamannya 13 tahun yang lalu.
Imbalan untuk Muhammad
Imbalan yang diberikan Khadijah untuk seorang agen adalah dua ekor unta. Akan tetapi, Abu Thalib minta empat ekor unta. Maka, Khadijah pun menjawab,
"Kalau permintaan itu bagi orang yang jauh dan tidak kusukai saja akan kukabulkan, apalagi buat orang yang dekat dan kusukai."
Berdagang ke Syam
Dalam perjalanan, Muhammad mengenali bahwa Maisarah adalah teman yang baik. Dengan senang hati, Maisarah menunjukkan dan menceritakan sejarah berbagai tempat menarik yang mereka lewati. Muhammad juga menemui bahwa anggota kafilah yang lain sangat ramah dan akrab terhadapnya.
Setelah satu bulan berjalan, tibalah mereka di Syria.
Setelah beristirahat beberapa hari, mulailah para pedagang menuju ke pasar. Walaupun ini adalah pengalaman pertama. Muhammad sama sekali tidak bingung dengan tugasnya. Maisarah tercengang melihat kelihaian Muhammad mengambil keputusan, pikirannya yang tajam, serta kejujurannya. Semua barang yang mereka bawa laku terjual dengan jumlah keuntungan yang belum pernah didapatkan Khadijah sebelum itu.
Setelah itu, Muhammad membeli barang-barang berkualitas yang akan dibawa pulang ke Mekah untuk dijual dengan harga tinggi.
Di Syria, setiap orang yang berjumpa dengan Muhammad pasti sangat terkesan olehnya. Penampilan Muhammad sangat memesona, ramah, dan sangat besar perhatiannya pada setiap orang. Di tengah-tengah kesibukan itu, Maisarah melihat bahwa Muhammad selalu memanfaatkan setiap waktu senggang untuk menyendiri dan berpikir. Ini benar-benar tidak lazim bagi Maisarah. Ia tidak menyadari bahwa tuan mudanya ini memang sangat terbiasa meluangkan waktu untuk memikirkan nasib umat manusia.
Muhammad juga amat heran melihat perpecahan berbagai kelompok Nasrani di Syria. Setiap masing-masing dari mereka memiliki jalan dan pendapat sendiri padahal seharusnya mereka bergabung dalam satu kelompok. Manakah yang paling benar dari semuanya itu. Pikiran-pikiran seperti ini membuat mata Muhammad selalu terbuka pada saat orang-orang lain terlelap tidur.
Akhirnya, waktu untuk pulang pun tiba. Oleh-oleh untuk handai tolan pun dibeli dan semua barang dikemas. Waktu pulang adalah waktu yang paling menggembirakan karena mereka akan berjumpa lagi dengan orang-orang tercinta di kampung halaman. Mereka tidak sabar lagi mendengar tawa ria anak-anak mereka saat kembali nanti dan mereka sadar jika waktu itu tiba, tidak akan kuat lagi mereka menahan air mata.
Hari Jum'at
Hari Jum'at pada zaman jahiliyah adalah hari bersuka ria di seluruh jazirah. Semua orang sibuk di pasar.
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa, pernah terjadi, khutbah Jum'at Rasulullah hampir terganggu, karena saat itu datang kafilah membawa barang dagangan.
Pada hari Jum'at, semangat berdagang mengaliri darah semua orang pada saat itu.
==========
اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّد
Perasaan KhadijahSetelah beberapa bulan, kafilah Mekah pun datang kembali. Di tempat perhentian Marr Al Zahran, sehari perjalanan dari Mekah, para agen biasanya mendahului datang ke Mekah untuk memberi laporan perdagangan. Muhammad pun demikian. Ia lebih dulu tiba di Mekah. Namun, sebelum bertemu Khadijah, ia berthåwaf dulu tujuh keliling mengelilingi Ka'bah.
Dari atas balkonnya yang megah, Khadijah bergegas datang menyambut dan Muhammad pun melaporkan hasil penjualan, barang yang dibeli, serta berbagai pengalaman kecil dalam perjalanan. Saat itu, Khadijah sudah sangat terkesan dengan hasil yang diperoleh Muhammad, tetapi itu belum seberapa. Setelah Muhammad pulang, Maisaråh menceritakan sendiri kesan-kesannya terhadap Muhammad.
"Sungguh, belum pernah aku melihat pemuda yang demikian sempurna memandang masa depan. Keputusan-keputusannya selalu tepat dan perkiraannya tidak pernah salah. Ia juga sangat jujur dan sopan," demikian sebagian kisah Maisaråh.
Khadijah betul-betul sangat terkesan dengan agen barunya itu. Waraqah bin Naufal pun datang dan mendengar sendiri kisah Maisarah tentang Muhammad. Ada hal yang aneh pada diri Maisarah. Biasanya, ia sangat menekankan laporannya pada masalah-masalah bisnis. Akan tetapi, kini persoalan dagang seolah-olah menjadi hal kecil. Yang dibicarakan Maisarah kali ini hanya tentang Muhammad, Muhammad, dan Muhammad. Padahal, keuntungan yang mereka dapat kali ini benar-benar luar biasa. Jika dikatakan bahwa Khadijah memiliki "Sentuhan Emas", tepatlah apabila Muhammad disebut memiliki "Sentuhan penuh berkah".
Ketika Waraqah telah mendengar semua itu, ia tenggelam dalam pemikiran yang sungguh-sungguh. Setelah cukup lama berdiam diri, ia berkata kepada Khadijah,
"Mendengar darimu dan dari Maisarah mengenai Muhammad dan juga dari apa yang kulihat sendiri, aku berpendapat bahwa ia memiliki semua sifat dan kemampuan sebagai seorang utusan Allah. Mungkin dialah yang ditakdirkan untuk menjadi salah seorang di antara para rasul pada masa yang akan datang."
Pernikahan Agung
Khadijah memiliki teman seorang wanita bangsawan bernama Nafisah binti Munyah. Nafisah tahu setelah suami kedua Khadijah meninggal, banyak bangsawan Quraisy yang melamarnya, namun Khadijah menolak. Nafisah tahu bahwa Khadijah takut semua lamaran itu hanya bertujuan mengincar hartanya. Lebih dari itu, Nafisah juga tahu bahwa yang diinginkan Khadijah adalah seorang laki-laki berakhlak agung. Nafisah juga tahu bahwa ada satu laki-laki yang seperti itu di Mekah, ia adalah Muhammad.
Karena itulah, begitu Khadijah membuka diri kepadanya tentang Muhammad, Nafisah tidak terkejut lagi. Khadijah meminta Nafisah mencari jalan untuk mengetahui bagaimana pandangan Muhammad tentang dirinya. Maka, ketika Muhammad dalam perjalanan pulang dari Ka'bah, Nafisah menghentikannya. Nafisah pun bertanya,
"Wahai Muhammad, Anda telah menjadi seorang pemuda. Banyak lelaki yang lebih muda dari Anda telah menikah dan beberapa di antaranya bahkan telah mempunyai anak. Mengapa Anda tidak menikah?"
"Aku belum mampu menikah, ya Nafisah. Aku belum mempunyai kekayaan yang cukup untuk menikah."
"Apa jawaban Anda jika ada seorang wanita yang cantik, kaya, dan terhormat mau menikah dengan Anda walaupun Anda belum mampu?"
Muhammad balik bertanya dengan sedikit terperangah,
"Siapakah wanita itu?"
Nafisah tersenyum, "Wanita itu adalah Khadijah putri Khuwailid."
Alis Muhammad tambah terangkat,
"Khadijah? Bagaimana mungkin Khadijah mau menikah denganku? Bukankah Anda tahu bahwa banyak bangsawan kaya raya dan kepala-kepala suku di Arab ini yang telah melamarnya dan ia telah menolak mereka semua?"
"Jika Anda mau menikahinya, katakan saja dan serahkan semuanya kepadaku. Aku akan mengurus semuanya."
Ketika itu Abu Thalib menyetujuinya, Muhammad pun mengiyakan Nafisah. Maka, pernikahan pun dilangsungkan.
Sebagai pengantin, Muhammad datang didampingi paman-pamannya yang ikut berbahagia.
Perawakan Muhammad
Jarang ada pernikahan dilangsungkan demikian agung. Dalam acara itu, semua pemimpin Quraisy dan pembesar Mekah diundang. Mempelai laki-laki menunggang kuda yang gagah diiringi para pemuda Bani Hasyim yang menghunus pedang. Sementara itu, kaum wanita Bani Hasyim berjalan lebih dulu dan telah diterima di rumah mempelai wanita.
Rumah Khadijah yang megah saat itu telah diterangi cahaya lilin dalam lampion-lampion yang digantung dengan rantai-rantai emas. Setiap lampion terdiri atas 7 batang lilin.
Semua pembantu Khadijah diberi seragam khusus untuk menyambut para tamu yang datang menjelang sore hari. Kamar pengantin benar-benar istimewa. Kain sutera dan brokat digantung begitu serasi. Lantainya tertutup karpet putih dan diharumi dupa dari guci perak.
Khadijah sendiri begitu anggun hingga tampak bercahaya seperti matahari terbit. Ia mengenakan pakaian pengantin yang sangat indah dan jarang ada duanya saat itu. Abu Thalib adalah wakil mempelai laki-laki dalam memberi sambutan, sedangkan Waraqah bin Naufal adalah wakil pengantin wanita.
Tidak ada laki-laki segagah Muhammad. Paras wajahnya tampan dan indah. Perawakannya sedang, tidak terlampau tinggi, juga tidak pendek. Rambutnya hitam sekali dan bergelombang. Dahinya lebar dan rata di atas sepasang alis yang lengkung, lebat dan bertaut. Sepasang matanya lebar dan hitam, di tepi putih matanya agak kemerahan, tampak lebih menarik dan kuat. Pandangannya tajam dengan bulu mata yang hitam pekat. Hidungnya halus dengan barisan gigi yang bercelah-celah.
Cambangnya lebar, berleher jenjang, dan indah. Dadanya lebar dengan kedua bahu yang bidang. Warna kulitnya terang dan jernih dengan kedua telapak tangan dan kaki yang tebal. Jika berjalan, badannya agak condong ke depan, melangkah cepat-cepat, dan pasti. Air mukanya membayangkan renungan dan penuh pikiran, pandangan matanya menunjukkan kewibawaan, membuat orang patuh kepadanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar